Rabu, 11 Juli 2012

Fatwa Para Ulama tentang Muwâzanah

Oleh :  Senov Adhie Sakty di Salaf on Facebook
Fatwa Asy Syaikh Al Imam ‘Abdul ‘Aziz bin Baz rahimahullâh

Asy Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Baz rahimahullâh ditanya, “Bagaimana tentang manhaj Ahlus Sunnah dalam mengkritik ahlul bid’ah dan buku-buku mereka. Apakah wajib kita menyebutkan kebaikan mereka dan kejelekan mereka atau yang kita sebutkan kejelekan saja?”

Beliau menjawab:

“Yang dikenal dalam perkataan para ulama adalah menjelaskan kejelekan untuk mentahdzir dan menjelaskan kesalahan yang mereka salah di dalamnya untuk mentahdzir dari kesalahan itu. Adapun kebaikan, itu sudah diketahui dan bagus, akan tetapi yang dimaksud di sini adalah mentahdzir dari kesalahan mereka seperti Jahmiyah, Mu’tazilah, Rafidhah dan yang semisal dengannya. Kalau ada keperluan untuk menjelaskan kebaikannya, maka diterangkan. Misalnya kalau ada yang ditanya: “Kelompok ini apakah tidak ada kebenarannya?” jelaskan: “Mereka punya begini, begini, …”

Namun maksud inti dan terpenting di sini ialah menjelaskan kebatilan mereka agar menjadi peringatan bagi yang bertanya sehingga ia tidak condong pada mereka.”

Kemudian beliau ditanya lagi, “Apakah wajib untuk muwâzanah bahwa kalau kamu mengkritik seorang ahlul bid’ah untuk memperingatkan manusia, memperingatkan manusia dari bid’ahnya, kamu wajib untuk menyebutkan kebaikannya sehingga kamu tidak menzhaliminya?”

Maka Syaikh bin Baz menjawab, “Tidak, itu tidak harus. Kalau kamu baca buku para ulama Sunnah, kamu akan dapatkan mereka bahwa yang mereka inginkan hanya tahdzir saja. Bacalah Khalqu Af’alil Ibad milik Imam Bukhari dan Kitabul Adab di dalam Shahih-nya, kemudian As Sunnah karya Abdullah bin Ahmad, Kitabut Tauhid oleh Ibnu Khuzaimah, bantahan Utsman bin Sa’id Ad Darimi dan yang lainnya. Para ulama membawakan peringatan atas kebatilan mereka tanpa menyebutkan kebaikannya… karena maksud yang ditekankan di sini adalah memberi peringatan atas kesesatan mereka. Tidak bernilai kebaikan-kebaikan yang mereka miliki kalau dikaitkan dengan kekufurannya—yakni apabila kebid’ahan yang mereka lakukan sampai pada tingkat kekufuran. Jika kebid’ahan itu tidak mencapai derajat kufur, maka dia berada di bibir jurang marabahaya. Maka tujuan utama di sini adalah menjelaskan kekeliruan mereka agar umat waspada darinya."

(Dinukil dari kaset rekaman salah satu pelajaran Asy Syaikh Ibnu Baz Ibnu Baz yang disampaikan pada musim panas tahun 1413 H di Thaif setelah shalat Shubuh)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar