Fatwa Para Ulama tentang Muwâzanah
Oleh : Senov Adhie Sakty di Salaf on Facebook
Fatwa Asy Syaikh Al Imam ‘Abdul ‘Aziz bin Baz rahimahullâh
Asy Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Baz rahimahullâh ditanya, “Bagaimana
tentang manhaj Ahlus Sunnah dalam mengkritik ahlul bid’ah dan buku-buku
mereka. Apakah wajib kita menyebutkan kebaikan mereka dan kejelekan
mereka atau yang kita sebutkan kejelekan saja?”
Beliau menjawab:
“Yang dikenal dalam perkataan para ulama adalah menjelaskan kejelekan
untuk mentahdzir dan menjelaskan kesalahan yang mereka salah di dalamnya
untuk mentahdzir dari kesalahan itu. Adapun kebaikan, itu sudah
diketahui dan bagus, akan tetapi yang dimaksud di sini adalah mentahdzir
dari kesalahan mereka seperti Jahmiyah, Mu’tazilah, Rafidhah dan yang
semisal dengannya. Kalau ada keperluan untuk menjelaskan kebaikannya,
maka diterangkan. Misalnya kalau ada yang ditanya: “Kelompok ini apakah
tidak ada kebenarannya?” jelaskan: “Mereka punya begini, begini, …”
Namun maksud inti dan terpenting di sini ialah menjelaskan kebatilan
mereka agar menjadi peringatan bagi yang bertanya sehingga ia tidak
condong pada mereka.”
Kemudian beliau ditanya lagi, “Apakah
wajib untuk muwâzanah bahwa kalau kamu mengkritik seorang ahlul bid’ah
untuk memperingatkan manusia, memperingatkan manusia dari bid’ahnya,
kamu wajib untuk menyebutkan kebaikannya sehingga kamu tidak
menzhaliminya?”
Maka Syaikh bin Baz menjawab, “Tidak, itu tidak
harus. Kalau kamu baca buku para ulama Sunnah, kamu akan dapatkan
mereka bahwa yang mereka inginkan hanya tahdzir saja. Bacalah Khalqu
Af’alil Ibad milik Imam Bukhari dan Kitabul Adab di dalam Shahih-nya,
kemudian As Sunnah karya Abdullah bin Ahmad, Kitabut Tauhid oleh Ibnu
Khuzaimah, bantahan Utsman bin Sa’id Ad Darimi dan yang lainnya. Para
ulama membawakan peringatan atas kebatilan mereka tanpa menyebutkan
kebaikannya… karena maksud yang ditekankan di sini adalah memberi
peringatan atas kesesatan mereka. Tidak bernilai kebaikan-kebaikan yang
mereka miliki kalau dikaitkan dengan kekufurannya—yakni apabila
kebid’ahan yang mereka lakukan sampai pada tingkat kekufuran. Jika
kebid’ahan itu tidak mencapai derajat kufur, maka dia berada di bibir
jurang marabahaya. Maka tujuan utama di sini adalah menjelaskan
kekeliruan mereka agar umat waspada darinya."
(Dinukil dari
kaset rekaman salah satu pelajaran Asy Syaikh Ibnu Baz Ibnu Baz yang
disampaikan pada musim panas tahun 1413 H di Thaif setelah shalat
Shubuh)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar