PILIH-PILIH GURU NGAJI
¨*¨♧♥PILIH-PILIH GURU NGAJI! ♥♧¨*¨
Malik bin Anas mengatakan,
لا يؤخذ العلم عن أربعة ، سفيه معلن السفه وصاحب هوى يدعو الناس إليه ،
ورجل معروف بالكذب في أحاديث الناس وإن كان لا يكذب على رسول الله صلى الله
عليه وسلم ، ورجل له فضل وصلاح لا يعرف ما يحدث به
“Ilmu agama tidak boleh diambil dari empat jenis manusia.
Pertama, orang bodoh yang jelas kebodohannya.
Kedua, pengikut hawa nafsu (baca:ahli bid’ah) yang mendakwahkan kebid’ahannya.
Ketiga, seorang yang diketahui suka berdusta dalam pembicaraan
keseharian dengan sesama manusia meski belum pernah terbukti membuat
hadits palsu.
Keempat, orang yang shalih dan bagus agamanya
namun dia tidak mengetahui apa yang dia sampaikan” (Jami’ Bayan al Ilmi
karya Ibnu Abdil Barr, 3/35, Maktabah Syamilah).
Terkait dengan ilmu ada dua prinsip penting yang harus diketahui dan dibedakan oleh seorang muslim.
Yang pertama, seorang muslim tidaklah menolak kebenaran dari mana pun
asalnya. Bahkan perkataan Iblis sekalipun wajib kita terima ketika kita
tahu bahwa perkataannya itu benar. Kebencian kita kepadanya tidak boleh
menghalangi kita untuk menerima pendapat dan perkataannya yang benar.
Yang kedua, seorang muslim tidak boleh mencari kebenaran dan menimba
ilmu dari sembarang orang karena tidak semua orang layak kita jadikan
guru. Meski demikian ketika orang yang tidak layak dijadikan guru itu
memiliki perkataan dan pendapat yang benar wajib kita akui sebagai
sebuah kebenaran dan ilmu yang manfaat.
Dua prinsip ini harus
kita bedakan dengan baik. Ketika kita telah mengetahui prinsip pertama
dengan baik bukan berarti kita sembarangan memilih orang yang hendak
kita jadikan sebagai tempat menimba ilmu.
Dalam kutipan di atas
Imam Malik, seorang imam mazhab yang terkenal menasehati kita untuk
tidak berguru kepada empat jenis manusia.
Yang pertama, orang
yang bodoh yaitu orang yang tidak berakal sempurna karena keterbatasan
ilmu yang dia miliki. Aneh tapi nyata, banyak orang ketika menghadapi
suatu masalah terkait dengan agama merasa cukup dengan bertanya kepada
teman, tetangga dan saudaranya yang tidak lebih pintar dibandingkan
dirinya dalam masalah agama.
Dia paham dengan baik bahwa orang
yang dia tanyai bukanlah seorang yang menekuni belajar agama. Tentu
jawaban dari orang semisal ini sangat rentan untuk keliru.
Yang
kedua, orang yang memiliki pemahaman yang menyimpang dan dia
mendakwahkan penyimpangannya. Belajar kepada orang semisal ini
menyebabkan kita tidak merasa nyaman. Tidak menutup kemungkinan
kebenaran yang dia sampaikan disisipi pemahaman menyimpang yang dia
miliki. Karena kita sedang dalam proses belajar, tentu kita tidak bisa
menyadari hal ini dengan baik bahkan boleh jadi pemahaman menyimpang
yang dia miliki kita anggap sebagai sebuah kebenaran yang tak
terbantahkan.
Yang ketiga, orang yang suka berdusta. Kualitas
keilmiahan orang semisal ini sangat meragukan. Boleh jadi dia menyatakan
ini adalah pendapat ulama A, padahal ulama yang bersangkutan tidak
berpendapat demikian.
Mungkin pula dia katakan hal ini ada di
buku B, namun ternyata sedikitpun hal tersebut tidak ada di sana. Ini
semua dia lakukan untuk mendukung pendapat yang dia yakini kebenarannya,
padahal pendapat tersebut sama sekali tidak memiliki dasar yang bisa
dipertanggungjawabkan dengan baik. Hal ini mungkin terjadi karena dia
dikenal sebagai seorang yang suka berdusta bahkan perbuatannya
menunjukkan kalau dia menghalalkan dusta.
Yang keempat, orang
shalih namun tidak berilmu. Banyak orang beranggapan bahwa jika seorang
itu rajin ke masjid dan gemar dengan berbagai amal yang dianjurkan maka
berarti dia adalah seorang yang berilmu. Padahal seorang ahli ibadah itu
belum tentu adalah seorang yang berilmu. Bahkan tidak sedikit orang
yang nampak gemar dengan berbagai amal shalih adalah seorang yang jauh
dari ilmu agama.
http://ustadzaris.com/pilih-pilih-guru-ngaji
Tidak ada komentar:
Posting Komentar